Black Swan - Rinaldi Wibawa - Fakultas Kedokteran

“Black Swan” film dengan topic dansa  yang paling menarik untuk saya sampai saat ini. Film ini dapat membuat saya yang pada dasarnya tidak menyukai tema dansa menjadi tertarik dan penasaran untuk mengikuti sampai akhir. Penuh dengan misteri yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati. Suasana yang mencekam dan  menegangkan mampu membuat saya terkejut dan terbawa arus film. Pemain dapat memerankan karakter dengan gangguan psikologi dengan baik, dan membuat saya terus berpikir, “kenapa dengan orang ini?”.
Cerita “Black Swan” diawali  dari seorang ballerina bernama Nina. Ballerina yang punya semangat tinggi, perfeksionis, namun juga rapuh, dan mudah cemas. Tampak pengembangan karakter nina dari awal film hingga pertengahan film. Nina tinggal berdua dengan ibu kandungnya Erica.Erica merupakan sosok ibu yang protective, dan emosional. Erika juga memiliki gangguan kepribadian narsistik, hal ini dapat dilihat dari Erica yang sering menggambar wajahnya sendiri. Di tempat pelatihan ballet Nina sedang diadakan kontes untuk menentukan pemain dari kisah drama Swan Lake. Drama Swan Lake yang akan dipentaskan ini mengenai dongeng seorang wanita yang dikutuk menjadi angsa putih  dan hanya cinta sejati yang dapat menghapuskan kutukan tersebut, akan tetapi cinta tersebut dihalangi oleh seekor angsa hitam, sehingga angsa putih kemudian bunuh diri.
 Nina berusaha keras untuk mendapatkan peran sebagai angsa putih. Direktornya Thomas  Leroy , seorang pria yang berbakat sebagai director, memiliki watak yang keras, emosional, dan kasar. Thomas pada akhirnya memilih Nina sebagai pemeran angsa putih. Penggantian tema menjadi “Swan Lake”  ini mengakibatkan  Beth Macinity kehilangan harga diri dan pekerjaan. Kecelakaan yang menimpa Beth Macinity  menghantui Nina dengan rasa bersalah. Nina yang terpilih kemudian menjalani latihan rutin,  selama latihan Thomas Leroy sering merasa tidak puas dengan penampilan Nina yang tampak kaku dan tidak bisa lepas. Ditunjukan di film ini Nina beberapa kali mendapatkan  perlakuan seksual yang tidak diinginkan dari Thomas, dan Nina tampak tidak menyukainya.  Persaingan bertambah  berat dengan kehadiran Lily, ballerina yang datang dari jauh, memiliki kepribadian yang supel,mudah bergaul, dan periang. Lily menunjukan penampilan yang mengesankan  Thomas, dan menyebabkan posisi Nina terasa terancam. Yang membuat film ini berbeda dari film lainnya adalah unsur gangguan psikologi yang kuat bercampur suasana horror yang kental. Dapat kita temukan Nina sering kali mengalami halusinasi, baik auditorik maupun visual (Halusinasi dengar dan halusinasi lihat).  Pada akhirnya Nina berhasil menjalani perannya dalam pentas sebagai angsa putih dan hitam, akan tetapi halusinasi dan gangguan psikologi yang dialaminya membawa dirinya ke dalam kematian pada akhir pentas. Plot yang tergambar dalam film ini penuh dengan misteri akan tetapi masih dalam arah dan jalur yang jelas. Sangat menarik dan meneganggkan.
Kualitas Visual dalam film ini mengambil sudut  yang baik, focus kamera membuat penonton sepenuh nya terfokus pada Nina, seakan kita dalam sudut pandang Nina. Efek visual yang tampak ketika nina mencabut kulitnya atau ketika Beth Macinty menusuk mukanya sendiri dengan pisau tampak halus. Pemilihan lagu dan volume lagu sesuai dengan adegan yang sedang  ditayangkan, membawa kita kedalam suasana tegang, dan berhasil membuat saya terkaget beberapa kali.   
Yang menjadi peran antagonis dalam film ini adalah diri Nina sendiri (Human vs Self) , juga “Human vs Human” sebagai contoh Thomas Leroy yang sering melakukan tindakaan seksual tanpa persetujan.

 Gangguan jiwa yang tampak pada Nina berbagai macam mulai dari yang neurosis hingga psikotik. Gangguan psikotik pada film ini dapat ditunjukan dari hilangnya sense of reality  ketika Nina mengalami halusinasi visual dan auditorik secara berulang-ulang. Nina memiliki gangguan  kepribadian yang anankastik (perfeksionis) , hal ini merupakan suatu faktor resiko mengalami skizofrenia. Gangguan kepribadian lain yang dapat kita lihat adalah kepribadian ambang,  dimana nina mudah marah (impulsive) , tidak bisa mengontrol diri sehingga dapat melukai bahkan orang terdekatnya Erica sebagai Ibu kandungnya. Nina juga tampak pesimis dan rapuh dalam menghadapi kehidupan, hal ini juga sering disampaikan oleh Thomas yang menyatakan Nina lemah. Nina juga mengalami gangguan jiwa berupa suka menyakiti dirinya sendiri tanpa disadari, hal ini bukanlah sebuah imajinasi karena Ibu Nina juga menyadarinya. Peran Nina yang begitu kompleks ini berhasil diperankan oleh Natalie Portman dengan sangat sangat baik. Saya pribadi meskipun tidak suka film dengan unsur Horor, ketika selesai menonton film ini merasa film ini layak mendapat penghargaan. Good Job  Darren Aronofsky!

Posting Komentar

0 Komentar