“Black Swan” film dengan topic
dansa yang paling menarik untuk saya
sampai saat ini. Film ini dapat membuat saya yang pada dasarnya tidak menyukai
tema dansa menjadi tertarik dan penasaran untuk mengikuti sampai akhir. Penuh
dengan misteri yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati. Suasana yang
mencekam dan menegangkan mampu membuat
saya terkejut dan terbawa arus film. Pemain dapat memerankan karakter dengan
gangguan psikologi dengan baik, dan membuat saya terus berpikir, “kenapa dengan
orang ini?”.
Cerita “Black Swan” diawali dari seorang ballerina bernama Nina.
Ballerina yang punya semangat tinggi, perfeksionis, namun juga rapuh, dan mudah
cemas. Tampak pengembangan karakter nina dari awal film hingga pertengahan
film. Nina tinggal berdua dengan ibu kandungnya Erica.Erica merupakan sosok ibu
yang protective, dan emosional. Erika juga memiliki gangguan kepribadian
narsistik, hal ini dapat dilihat dari Erica yang sering menggambar wajahnya
sendiri. Di tempat pelatihan ballet Nina sedang diadakan kontes untuk
menentukan pemain dari kisah drama Swan
Lake. Drama Swan Lake yang akan
dipentaskan ini mengenai dongeng seorang wanita yang dikutuk menjadi angsa
putih dan hanya cinta sejati yang dapat
menghapuskan kutukan tersebut, akan tetapi cinta tersebut dihalangi oleh seekor
angsa hitam, sehingga angsa putih kemudian bunuh diri.
Nina berusaha
keras untuk mendapatkan peran sebagai angsa putih. Direktornya Thomas Leroy , seorang pria yang berbakat sebagai
director, memiliki watak yang keras, emosional, dan kasar. Thomas pada akhirnya
memilih Nina sebagai pemeran angsa putih. Penggantian tema menjadi “Swan Lake” ini mengakibatkan Beth Macinity kehilangan harga diri dan
pekerjaan. Kecelakaan yang menimpa Beth Macinity menghantui Nina dengan rasa bersalah. Nina
yang terpilih kemudian menjalani latihan rutin,
selama latihan Thomas Leroy sering merasa tidak puas dengan penampilan
Nina yang tampak kaku dan tidak bisa lepas. Ditunjukan di film ini Nina
beberapa kali mendapatkan perlakuan
seksual yang tidak diinginkan dari Thomas, dan Nina tampak tidak menyukainya. Persaingan bertambah berat dengan kehadiran Lily, ballerina yang
datang dari jauh, memiliki kepribadian yang supel,mudah bergaul, dan periang.
Lily menunjukan penampilan yang mengesankan Thomas, dan menyebabkan posisi Nina terasa
terancam. Yang membuat film ini berbeda dari film lainnya adalah unsur gangguan
psikologi yang kuat bercampur suasana horror yang kental. Dapat kita temukan
Nina sering kali mengalami halusinasi, baik auditorik maupun visual (Halusinasi
dengar dan halusinasi lihat). Pada
akhirnya Nina berhasil menjalani perannya dalam pentas sebagai angsa putih dan
hitam, akan tetapi halusinasi dan gangguan psikologi yang dialaminya membawa
dirinya ke dalam kematian pada akhir pentas. Plot yang tergambar dalam film ini
penuh dengan misteri akan tetapi masih dalam arah dan jalur yang jelas. Sangat
menarik dan meneganggkan.
Kualitas Visual dalam film ini mengambil sudut yang baik, focus kamera membuat penonton
sepenuh nya terfokus pada Nina, seakan kita dalam sudut pandang Nina. Efek
visual yang tampak ketika nina mencabut kulitnya atau ketika Beth Macinty
menusuk mukanya sendiri dengan pisau tampak halus. Pemilihan lagu dan volume
lagu sesuai dengan adegan yang sedang
ditayangkan, membawa kita kedalam suasana tegang, dan berhasil membuat
saya terkaget beberapa kali.
Yang menjadi peran antagonis dalam film ini adalah
diri Nina sendiri (Human vs Self) , juga “Human vs Human” sebagai contoh Thomas
Leroy yang sering melakukan tindakaan seksual tanpa persetujan.
Gangguan jiwa
yang tampak pada Nina berbagai macam mulai dari yang neurosis hingga psikotik.
Gangguan psikotik pada film ini dapat ditunjukan dari hilangnya sense of reality ketika Nina mengalami halusinasi visual dan
auditorik secara berulang-ulang. Nina memiliki gangguan kepribadian yang anankastik (perfeksionis) ,
hal ini merupakan suatu faktor resiko mengalami skizofrenia. Gangguan
kepribadian lain yang dapat kita lihat adalah kepribadian ambang, dimana nina mudah marah (impulsive) , tidak
bisa mengontrol diri sehingga dapat melukai bahkan orang terdekatnya Erica
sebagai Ibu kandungnya. Nina juga tampak pesimis dan rapuh dalam menghadapi
kehidupan, hal ini juga sering disampaikan oleh Thomas yang menyatakan Nina
lemah. Nina juga mengalami gangguan jiwa berupa suka menyakiti dirinya sendiri
tanpa disadari, hal ini bukanlah sebuah imajinasi karena Ibu Nina juga menyadarinya.
Peran Nina yang begitu kompleks ini berhasil diperankan oleh Natalie Portman
dengan sangat sangat baik. Saya pribadi meskipun tidak suka film dengan unsur
Horor, ketika selesai menonton film ini merasa film ini layak mendapat
penghargaan. Good Job Darren Aronofsky!
0 Komentar